Selasa, 11 September 2012

Cerita Cincin Kami



Yap, cincin kami bukan cincin yang penuh ukiran ataupun bertatakan batu berlian. Cincin kami hanya berupa lingkaran polos dengan grafir nama masing-masing. Tidak ada yang istimewa dalam proses pemilihannya. Saking banyaknya model akhirnya malah bingung. Si sumi sebenarnya memberikan beberapa pilihan model, tapi karena aku orangnya sederhana *baca: ngirit dan gak suka yang aneh-aneh makanya dipilihlah model sederhana tapi unik karena grafirnya di permukaan cincin. Maka terpilihlah bahan emas putih untukku *biar gak rugi dan punya Sumi berbahan palladium biar gak menyalahi aturan agama.

Beberapa temanku bilang model yang aku pilih egois, karena namaku akan terpampang jelas di cincinnya *well hey seberapa besar sih tulisan di cincin. Dan seolah-olah memberi name tag kepemilikan padanya “lelakiku”. Tapi sumi *si suami nyante-nyante aja kok makenya. Tapi ya sudah tetep aja dibikin. Dalam proses pembuatannya juga gak mulus-mulus amat. Sempet pake acara sms-sms drama sama toko pembuatnya. Aku pesen online dan buatnya molor dari janji sebelumnya dengan alasan banyak pesenen *what a good reason. Alhamdulillah akhirnya tetep jadi juga dan lumayan lah, walo punya sumi kegedean 

Yang jadi cerita sekarang adalah si cincin Sumi pernah jatuh waktu Sumi lagi kerja, tapi Alhamdulillah ditemuin sama salah satu anggotanya Sumi karena ada nama ku disitu. Padahal pas Sumi sms cincinnya jatuh udah deg-degan, gak bisa marah juga kan. Pernah waktu diserang PMS dan berselisih paham sempet nyopot2 cincin *tapi ditaro di kotak accessories. (maaf ya Sumi, cuma bentar nyopotnya kok) karena ngerasa cincin itu jadi ngiket banget.

Nggak nyangka, sebuah benda bisa punya arti setelah melewati waktu! Will be another story with our life.

Kamis, 06 September 2012

Hidup itu Memang Perjuangan

Yup today I already post a status on my facebook about fighting.

Fighting means berjuang. Berjuang itu banyak macamnya, tidak harus membawa senjata atau mempertaruhkan nyawa. Perjuangan zaman sekarang mungkin lebih melibatkan rasa.
Coba mari kita ingat-ingat lagi, atas nama tanggung jawab kita ingin membahagiakan orang tua. Kita berjuang bagaimana caranya lulus dengan tepat waktu dan dengan nilai yang baik. Menjadi anak yang sholeh, pulang tepat waktu dan masih banyak lagi. Jangan bilang itu biasa, itu luar biasa.

Aku sendiri masih ingat dulu setiap hari harus berangkat jam 6 pagi dan berjalan sekitar 1 kilo untuk naik bus menuju SMA yang berada di pinggir kota, sorenya masih ikut les dan pulang sebenarnya mau langsung tidur saja. Tapi karena besok ada ulangan harian masih harus belajar lagi. Begitu setiap hari, mengingat kapasitas otak yang terbatas. Kadang ingin main-main saja, bermalas-malasan dan sebagainya.

Jaman kuliah pun sama, saat yang lain bisa kemana-mana aku memilih untuk bekerja paruh waktu. Inginnya bisa ikut perkembangan zaman kala itu tapi masih banyak hal lain yang terlihat lebih penting. Alhamdulillah tetap bisa lulus tepat waktu dengan IPK lumayan. Jangan salah mencari kerja pun penuh dengan rasa penasaran dan deg-degan. Pergi ke Jakarta untuk sekedar wawancara dan bekerja di tengah-tengah orang baru dan tempat baru. Yes I’m survive.

Masuk ke usia untuk pernikahan dimana semua orang berjibaku mencari pasanganan “sejatinya”. Yuk mari ikut serta, bolak-balik jatuh dan dipatahkan hatinya. Rasanya menangispun sudah tak bisa dihitung. Berjuang menjadi seorang wanita yang baik untuk mendapatkan lelaki yang baik. Hingga akhirnya *Alhamdulillah berhasil bertemu dengan seorang pria yang sekarang jadi suami.

Namun rasanya perjuangan itu belum juga akan berakhir. Kecuali badan sudah mulai dikandung tanah *aih bahasanya apa sih ya. Masih harus berjuang mempertahankan pernikahan. Kata psikolog yang kasih konseling pernikahan, 60% kasus perceraian disebabkan karena kurangnya komunikasi dan pendewasaan pada pasangan usia muda *kayak umurku ini masih muda aja. #Informasi: usia remaja adalah usia 17-24 tahun. Mempertahankan laju perahu di bahtera rumah tangga, melahirkan anak-anak yang hebat mengasuh dan mengantarnya ke pintu keberhasilan. Sama seperti orang tua kita. Hidup sudah layaknya roda yang berputar

Ternyata hidup itu memang penuh perjuangan. Dari lahir hingga meninggal. Tak perlu mengeluh atau disesalkan. Hanya perlu dijalani dengan usaha semaksimal mungkin. Mengukir takdir dengan doa dan usaha. Allah tak pernah tidur, Dia Maha mendengar lagi Maha mengabulkan doa. Jika doanya belum terkabul, percaya Dialah yang Maha tahu kapan waktu terbaik kita mendapatkan jawaban.
Have a good fight!!!